Min Yoongi, pria asal Korea Selatan yang mengadu nasib ke Indonesia. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu ikut bersama seorang sahabat bernama Ujang Sopian. Mereka sama-sama kuliah di jurusan musik di Seoul, hanya saja sulit sekali mendapatkan pekerjaan dibidang yang ia sukai itu. Hingga Ujang Sopian yang akrab dipanggil Ujang itu mengajak Yoongi untuk pulang bersama ke Cianjur.
Yoongi menyetujui karena ia pun bingung mau bekerja apa, siapa tahu dengan datangnya ke Indonesia ia mujur dan bisa mengadu nasib di sana. Kedatangan mereka disambut hangat oleh keluarga Ujang. Ujang adalah anak tunggal dari keluarga sederhana yang sehari-harinya adalah berjualan bakso. Ujang bisa kuliah di Seoul berkat kegigihannya dalam belajar. Ia mendapatkan beasiswa dan sekolah di sana.
Ibu Ujang menyediakan makanan dan minuman bagi mereka. Sepiring singkong rebus, sepiring gorengan yang terdiri dari; bala-bala, comhu, dan comrbro. Juga dua gelas air teh hangat. Min Yoongi sedikit aneh dengan makanan yang tersedia. Ia bertanya pada Ujang.
"Ini apa?" tanyanya dengan logat Korea yang khas. Yoongi sedikit bisa berbahasa Indonesia karena diajarkan Ujang.
"Ini gorengan, enak. Coba saja," jawab Ujang.
Yoongi mengambil satu buah bala-bala, lalu memakannya. Ujang menyarankan agar memakannya dengan cabe rawit.
"Ini cengek," kata Ujang menunjukan cabe rawit kecil yang hijau dan segar.
"Cengek?" ulang Yoongi.
"Ya, chilli," jawab Ujang membuat Yoongi membulatkan mulutnya seraya mengangguk mengerti.
Setelah itu mereka mengobrol dengan bapak Ujang, ngalor-ngidul. Membicarakan bagaimana mereka kuliah di sana dan hingga lulus. Ujang menceritakan tentang Yoongi pada keluarganya. Yoongi yang menentang bekerja di perusahaan sang ayah dan memilih menunggu ijazahnya dilirik rumah musik. Namun, ternyata sulit, ia harus menunggu lama dan bersabar.
"Nyaah teuing," kata bapak Ujang. "Udah we atuh, ikut Bapak jualan bakso, kamu juga. Lumayan nyari uang sebelum ijazah kalian berguna," lanjutnya dengan mata yang berbinar.
"Iya, kebetulan satu roda kosong. Mang Amin sudah tidak jualan lagi," tambah ibu Ujang.
Ujang menimbang dan membicarakannya dengan Yoongi memakai bahasa Korea. Yoongi mengangguk mengerti.
"Arraseo, aku mau," jawab Yoongi membuat kedua orang tua Ujang tersenyum senang.
Malam itu, Ujang dan Yoongi tidur dalam kamar yang sama. Beristirahat hingga pagi menjelang dan mengantarkan mereka pada hal baru.
[]
Jam tiga dini hari, bapak dan ibu Ujang sudah bangun dan sedang menata bahan untuk membuat bakso. Mereka terlihat ulet dan bekerja sama. Bapak Ujang yang mencetak bakso, sedangkan ibu Ujang memotong sayur, bawang, menggoreng bawang goreng, dan merebus mie telor juga bihun. Mereka sudah rutin setiap hari seperti ini. Bapak Ujang adalah penjual bakso dengan tiga anak buah yang membantu menjual bakso dengan roda berbeda. Jadi setiap hari enam kilo adonan bakso selalu siap dicetak.
Adzan subuh berkumandang, semua selesai. Bakso sedang direbus tahap satu. Ujang bangun terlebih dahulu, ia bergegas mengambil wudhu dan solat di masjid dekat rumah. Sedangkan Yoongi masih duduk di kasur dengan mata setengah tertutup, ia nyatanya masih ngantuk.
Hawa dingin di pagi hari membuat Yoongi enggan turun dari kasur dan melepas selimut, tapi janjinya pada orang tua Ujang yang akan membantu berjualan bakso membuat Yoongi terpaksa bangun dan mandi. Badannya setengah menggigil membuat ibu Ujang terkekeh. Lalu menyiapkan air teh hangat untuknya. Setelah itu jam enam tiba, mereka sarapan pagi dengan bubur ayam yang dibeli ibu Ujang. Duduk lesehan di tengah rumah, kebiasaan orang Sunda jika makan.
"Hari ini ada acara di Desa. Perayaan hari jadi Cianjur, di desa kita mau ada Kuda Kosong. Kamu jualan di sana saja, biar gak cape dorong roda," kata bapak Ujang.
"Iya, Pak. Kalau Bapak di mana?" tanya Ujang.
"Bapak ngider aja," jawab bapak. Lalu mereka melanjutkan makannya.
Jam tujuh pas, bapak Ujang mendorong roda menuju balai Desa yang sedang ada acara tersebut. Sementara Ujang dan Yoongi berjalan dibelakang bapak Ujang dengan tas selempang kecil di bahu masing-masing. Warga sekitar banyak yang menyaksikan. Mereka berbisik tentang kehadiran Yoongi di tengah keluarga Ujang. Tak sedikit yang mencemooh Ujang yang lulusan Seoul malah berjualan bakso. Ujang hanya tersenyum pada ibu-ibu yang sedang merumpi itu.
Sampai di balai desa, bapak Ujang menjelaskan apa saja yang harus mereka lakukan jika pembeli datang. Takaran bakso dan bumbu juga mie dan sayurannya. Yoongi dan Ujang mengangguk paham. Lalu mereka ditinggal bapak Ujang setelah menjelaskan. Tinggallah Yoongi dan Ujang. Mereka saling pandang dan tertawa begitu saja, melihat keadaan mereka yang menurut mereka lucu. Lulusan sarjana musik malah berdagang bakso.
"Anggap saja liburan," kata Yoongi.
"Ya benar," jawab Ujang.
Balai desa ramai oleh pedagang dan orang yang hadir untuk menyaksikan acara itu. Jam delapan tepat acara di mulai. Yoongi dan Ujang berdiri untuk melihat pertunjukan yang akan dilaksanakan pihak acara. Yaitu, Kuda Kosong.
Kuda kosong adalah budaya dan tradisi turun temurun dari Cianjur. Disebut Kuda Kosong karena memang tidak ada penunggangnya. Namun, kuda tersebut seperti menahan beban berat. Konon, kuda tersebut ada yang menunggangi, tapi tak bisa terlihat secara kasat mata.
Yoongi mengabadikan moment itu dengan kamera ponselnya. Setidaknya ia sangat beruntung, baru sehari di Cianjur sudah mendapat pengetahuan dan hal yang menarik untuk dilihat. Acara itu ramai sekali, karena diiringi dengan musik tradisional, seperti Calung. Warga berbondong-bondong melihat dan mengabadikan moment yang hanya satu tahun sekali digelar itu.
Setelah acara selesai, para penonton menyerbu setiap pedagang, termasuk bakso Ujang dan Yoongi. Mereka kewalahan melayani pembeli. Baru pertama kali berdagang sudah diserbu pembeli yang membuat mereka kelimpungan.
"Mas, orang Jepang bukan?" tanya seorang ibu-ibu.
"Bukan, saya dari Korea," jawab Yoongi tersenyum manis membuat semua yang ada di sana riuh menggoda Yoongi.
"Si Aa kayak yang sombong, tapi kalau udah ngobrol mah ramah," ucap seorang ibu-ibu.
"A, boleh minta fotonya gak?"
"A, main drakor aja, udah cocok."
"Wah si Aa tsundere, kayak Suga BTS."
Celetukan-celetukan itu membuat Yoongi tersenyum dan Ujang geleng-geleng kepala. Mereka sibuk di hari pertama berjualan. Jam sebelas tiba, roda telah kosong, bakso dan rengrengannya habis terjual.
Ujang dan Yoongi duduk menunggu suruhan bapak Ujang datang untuk mengambil roda. Bukan tidak mau, mereka takut kewalahan membawa roda di jalan yang menurun. Hingga akhirnya suruhan bapak Ujang datang dan mereka pulang bersama.
Sampai di rumah, ibu Ujang memberikan dua gelas air dingin untuk kedua putranya itu. Meski baru sehari, ibu Ujang menganggap Yoongi sebagai anaknya juga. Sepiring kue berbungkus daun pisang menjadi makanan mereka siang ini.
"Mwoya?" tanya Yoongi mengambil sebuah kue tersebut.
"Namanya Papais," jawab Ujang.
"Pa ... pa ... is?" eja Yoongi.
"Iya, makanan khas Sunda," kata Ujang.
Yoongi mengangguk paham. Papais adalah makanan yang terbuat dari singkong yang diparut dan diisi dengan gula merah, lalu dibungkus oleh daun pisang. Rasanya manis dan enak.
Adzan dzuhur berkumandang, Ujang pamit untuk mandi dan solat. Yoongi pun mandi setelah Ujang selesai. Lalu ia masuk ke kamar dan tidur. Sementara ibu Ujang menghitung pendapatan kedua anaknya yang diserahkan Ujang tadi.
[]
Hari kedua berjualan, Yoongi dan Ujang mangkal di pom bensin. Menurut bapak Ujang, di sana ramai, karena termasuk ke rest area. Plus ada beberapa toko manisan, oleh-oleh Cianjur.
Yoongi terdiam, menunggu pembeli datang. Sikapnya yang pendiam memang terlihat jika Yoongi menyeramkan dan judes. Tapi nyatanya tidak. Yoongi asik diajak bicara jika sudah kenal. Buktinya Ujang mau jadi sahabat Yoongi.
"Mang, beli baksonya dua bungkus. Gak usah pake bihun sama sayur," kata seorang remaja berkuncir kuda.
"Siap, Neng," jawab Ujang.
Yoongi ikut bangkit, ia menyiapkan plastik, mie dan membumbuinya, memberikan saus dan kecap, lalu menyerahkan pada Ujang yang bagian memberikan bakso dan kuahnya.
"Mang, orang Korea, ya?" tanya si Neng itu.
Yoongi mengangguk lalu tersenyum.
"Tahu BTS gak? Aku Army," kata anak itu lagi.
"Tahu," jawab Yoongi lalu menyerahkan bakso pesanan anak itu.
"Mang, kalau dagang itu harus senyum. Biar yang beli gak takut datenginnya. Senyumnya jangan disembunyiin, jadinya kayak Suga BTS, tsundere," kata si Neng itu lagi lalu pergi membuat Yoongi terdiam. Sementara Ujang terkekeh.
Yoongi menatap Ujang seolah minta penjelasan. Apa saja yang diucapkan anak perempuan barusan. Akhirnya Ujang menjelaskan memakai bahasa Korea. Setelah mengerti Yoongi hanya menggelengkan kepalanya. Toh sudah menjadi sikapnya seperti itu. Harus bagaimana lagi?
"Kita punya nama buat bakso ini, biar Bapak yang bikin dan tempel di kaca roda," kata Ujang.
"Apa itu?"
"Bakso Tsundere," jawab Ujang.
"Wah, hahahaha." Yoongi tertawa mendengar ucapan Ujang.
Hingga akhirnya mereka menamai bakso mereka dengan Bakso Tsundere.
Tamat