Backstreet

Backstreet

Wintersky

0

Siapa yang mengira jika pertemuan singkat kami merupakan takdir yang selama ini aku tunggu. Pertemuan itu membawaku pada gerbang perjalanan cinta. 

Aku yang terbiasa menyendiri lambat laun mulai terbuka. Melihat dunia luar yang selama ini aku anggap membosankan dan menguras banyak energi. Bersamanya aku merasa bebas dengan diriku sendiri walaupun mulut-mulut berbisa itu tetap mencecar setiap tindakanku. 

"Narnia, aku yakin kamu bisa. Kamu cukup menerima ucapan mereka. Setelah lelah berbicara penghujat cenderung lelah sendiri dan akan melupakan apa yang telah dia ucapkan," ucapnya seraya tersenyum manis yang membuat kedua pipinya mengembung. Ujung sudut bibirnya terangkat, binar matanya cerah wanita mana saja pasti tergoda dengan senyuman menawan itu. 

"Terima kasih," balasku singkat bahkan terkesan acuh tak acuh. 

Namaku Putri Narnia dan dia Samudera Artik, aku dan samudera berkenalan secara singkat disaat masa orientasi siswa tetapi perkenalkan dan pertemuan singkat itu yang membawa kami pada titik yang sekarang. Titik sebuah pengharapan saat usia pertemanan kami menginjak satu tahun dan kebetulan beberapa bulan lalu aku baru saja patah hati. Patah hati yang tidak pernah ku ceritakan pada Samudera. 

"Semangat. Bahu aku akan selalu ada untuk kamu," balas Samudera yang membuat kulit pipiku memerah. 

Mungkinkah ini cinta sejati? Tetapi Samudera?

"Jangan baper dulu! Kamu kan tahu aku gak bisa jadiin kamu pacar. Banyak kan yang bilang aku playboy dan sayangnya cuma kamu yang tahan teman sama aku tanpa ada cinta-cintaan," sambungnya yang justru mematahkan hatiku. 

"Andai kamu tahu, selama ini aku hanya pura-pura tidak mencintai kamu," batinku dalam hati. 

Bisakah cinta ini bertemu di pertengahan jalan? Ya, aku akui aku yang salah karena telah mencintainya walaupun samudera tidak pernah menjanjikan apapun. 

Tapi, bagaimana caraku melepaskan dia? Dan bagaimana caranya agar aku tidak terjebak? Saat dia memberikan begitu banyak perhatian dan cinta, wanita mana yang tidak akan luluh? 

Susah payah kutelan cairan ludah yang tiba-tiba memenuhi rongga mulut. Rasa ludah ini hambar sekali sama dengan perasaanku yang tidak terbalaskan. 

"Narnia, kamu denger kan?" ucap samudera kembali mengingatkan. 

Dengan sangat terpaksa ku anggukan kepala yang terasa seperti besi karatan ini. Sungguh! Rasa sakit hati ini bukan persoalan yang mudah. Butuh waktu lebih dari 1 tahun.

"Aku gak mau hubungan pertemanan kita hancur hanya karena cinta," sambung Samudera. 

Tuhan, bisakah samudera berhenti? Samudera terus saja membicarakan masalah itu. 

Terbersit praduga dalam kepala. Mungkinkah benih cinta yang kutabur akan segera tumbuh dan berbunga? 

Tapi ternyata aku salah. Tidak ada satupun tindakan atau sorot mata yang membuktikan cinta samudera. Baik padaku ataupun wanita lain, kecuali satu...

"Aku tahu. Kamu ingin bebas, kan? Kamu gak mau terikat? Saat kamu terikat kamu merasa sesak, kan? Maaf jika selama ini kamu merasakan sesak. Kamu bisa pergi," sahutku setegar mungkin. 

Sekali lagi percuma berharap pada Samudera. Sudah banyak yang jadi korban dia. 

"Anak pinter emang beda!" balas samudera seraya mengelus lembut kepalaku. 

Aku diam sambil terus memperhatikan mata Samudera. 

"Pembohong! Kamu hanya takut terluka!" batinku. 

Jika saja luka itu tidak pernah ada, mungkin samudera mau menerima cintaku atau mungkin samudera sudah berpacaran dengan wanita lain. 

Tapi sayang, wanita itu tetap menempel pada samudera membuat wanita lain mundur teratur. 

Dering ponsel menghentikan pergerakan tangan samudera. Tangan samudera yang sebelumnya 

ingin mendekap tubuhku kini beralih merogoh saku celana jeans warna hitam yang digunakannya. 

"Halo, aku ke sana Ris!" 

Dan aku kalah, semua ini salahku karena telah mencintainya terlalu dalam hingga berani mengukir angan-angan indah lantas dengan sengaja melupakan dunia nyata. 

Tapi, "Aku tetap jatuh cinta padanya."