Back To You

Back To You

Dian Fauziah

0


"Aku pergi dulu ya Ma, Pa." Kataku sembari mencium tangan Mama dan Papa.

"Hati-hati Zea," kata Mama Aiza.

"Baik."

"Zea. Tolong kembalikan buku ini. Papa mungkin tidak sempat karena ada beberapa les siang." Kata Pak Dev sembari memberikan beberapa buku padaku.

"Siap Bos. Aku pergi." Aku menerima buku itu dan langsung berjalan keluar.

Baru saja keluar. Menikmati pagi dengan menghirup udara yang menenangkan. Melihat jam tangan yang aku pakai. Aku langsung berlari menuju ke halte bus di depan perumahan. Untung saja bus yang biasa membawaku belum datang.

Aku, Zea Areta. Bukan anak orang kaya, aku tinggal diperumahan sederhana. Meski aku tidak kaya, aku bahagia. Aku masih memiliki banyak hal yang membuat aku bersyukur.

"Zea."

Suara tidak asing itu membuatku langsung menoleh. 

"Sean. Kau disini?" Tanya Zea begitu melihat pria itu.

"Aku baru melihat pembangunan di dekat sini."

Aku hanya mengangguk. Duduk dan kembali menanti bus.

"Mau aku antar?" Tanya Sean yang melihatku menatap terus kejalan.

"Tidak perlu Sean. Bukankah kau juga harus pergi ke perusahaan konstruksimu?"

"Benar juga. Kalau begitu aku pergi. Sampai bertemu nanti siang." 

"Ok. Daah." Aku melambaikan tangan dan membiarkan Sean pergi. 

Sean. Dia bukanlah pria yang buruk. Pemilik perusahaan konstruksi. Dia kaya namun tidak sombong. Kami sudah kenal lama. Hanya saja, aku memilih menjaga jarak. Tidak ingin memberikan harapan, karena aku juga masih berharap pada orang dimasa laluku.

Perpusta Pelita. Itulah nama tempat aku bekerja. Gedung perpustakaan ini memiliki tiga lantai. Lantai pertama ada kantin dan taman bermain anak. Lantai kedua perpustakaan yang menenangkan. Di lantai tiga, disini kantor pemilik gedung juga asrama bagi yang mau menginap. Aku juga memiliki kamar disini. Hanya saja aku tidak sering menginap.

"Pagi Bu Zea."

"Pagi Siti. Selamat bekerja."

Siti adalah cleaning service di perpustakan Pelita ini. Aku mencoba selaku berhubungan baik dengan orang-orang disekitarku. Hal ini akan memberikan banyak hal positif untukku.

"Hai."

Aku menghentikan tanganku yang sedang mengecek buku.

"Selamat pagi," ucapku pada seorang wanita yang datang padaku.

"Dimana letak buku tentang filsafat?"

"Mari akan saya antar."

"Terima kasih."

Aku hanya mengangguk dan membawa wanita itu ke tempat yang dia inginkan. Perpustaan ini memang tidak terlalu besar. Hanya saja memiliki banyak buku dan beberapa fasilitas yang menyenangkan. 

Bahkan dilantai paling bawah gedung perpustakaan ini ada tempat bermain untuk anak. Jadi para orang tua tidak akan takut anaknya mengganggu saat mereka di dalam perpustakaan ini.

"Silahkan. Anda bisa memilih buku tentang filsafat disini."

"Terimakasih. Bisa aku tahu namamu?" Tanya wanita itu.

"Zea Areta. Panggil saja Zea."

"Aku Moza. Moza Smith."

Setelah beberapa kalimat perkenalan. Aku kembali ke tempatku. Mengecek buku yang dikembalikan juga melihat ada kerusakan atau tidak. Bagiku pekerjaan ini mampu aku nikmati tanpa rasa jenuh dan bosan.

Jam berlalu dengan cepat. Beberapa orang datang dan pergi. Hanya meminjam atau ada yang berlama-lama dengan bukunya. 

"Mau makan siang bersama?" 

"Kyo. Kamu datang?"

Kyo adalah temanku. Sejak SMP kami bersama. Sampai begitu dekat. Tahu apa yang dia suka dan benci. Tahu kebiasanya juga.

"Aku akan bersiap."

"Ok. Aku tunggu di bawah ya."

"Tentu."

Tanganku dengan cepat merapikan buku dimejaku. Ya, aku juga selalu membaca beberapa buku untuk mengisi waktu yang luang.

"Permisi."

"Ya."

Kalimatku terhenti begitu saja setelah melihat siapa yang datang ke hadapanku kali ini. Wajah yang sama dan suara yang sama membuat aku terpaku. Bahkan bayangan dimasa lalu kembali hadir.

"Maaf. Sepertinya kita harus berpisah," kata Calvin padaku.

"Kenapa? Kau tidak menyukaiku lagi?" Aku merasa bodoh setelah menanyakan hal ini pada Calvin.

"Tidak." Calvin mengambil sebuah surat dari tasnya.

Dengan tangan bergetar aku membaca surat itu. Masih tidak percaya jika akhirnya Calvin akan pergi meninggalkan aku. Disaat cinta yang kita miliki sudah tumbuh dan berbunga.

"Selamat. Aku bahagia dengan pencapaianmu ini," kataku dengan nada bergetar.

"Kau tidak apa Zea?"

"Tidak. Aku menunggumu kembali," lirihku.

"Baiklah. Aku pergi. Sampai bertemu nanti aku akan melamarmu."

Calvin pergi dengan senyuman. Dia masuk ke dalam mobil yang sudah lama menunggunya. Perlahan mobil itu berjalan menjauhiku. Membuat aku terus menatap dan berharap jika Calvin akan kembali untukku.

"Zea."

"Ya. Nona Moza," kataku saat sadar dari lamunan.

"Aku ingin meminjam buku ini." Moza memberikan beberapa buku.

Aku mulai memasukan buku-buku itu ke daftar pinjam. Setelah itu aku kembali memberikanya pada Moza.

"Oh ya Zea. Kenalkan, tunanganku Calvin."

"Selamat datang diperpustakaan Pelita Tuan Calvin," kataku.

"Ya. Siapa namamu tadi?" Tanya Calvin.

"Zea. Zea Areta." Jawabku.

"Kami pergi dulu, Zea. Sampai bertemu besok," kata Moza.

Aku hanya mengangguk.

"Kapan kau kembali? Aku merindukan kamu," kata Moza sembari merangkul lengan Calvin.

"Kenapa dia kembali?" Lirihku.

Sepertinya Calvin sudah melupakan semuanya. Bahkan namaku saja dia sudah tidak ingat. Miris. Selama ini aku selalu merindukanya. Berharap dia kembali dan benar-benar melamarku. Ternyata aku sebodoh itu.

"Hei."

"Kyo. Maaf, aku baru saja merapikan mejaku."

"Ada apa?" Tanga Kyo. Sepertinya dia melihat mataku yang hampir menangis.

"Apa? Ayo pergi, aku sudah lapar."

"Apa ada masalah?" Tanya Kyo lagi.

"Ya. Masalahny aku begitu lapar."

"Kita makan spageti saja. Ayo."

Untung saja aku punya teman yang sudah dekat. Dia mampu membuat aku tersenyum dan tertawa. Meski badai sedang menerpa diriku dan hatiku.


***


20.00 WIB. Aku sudah bersiap kembali. Hanya saja melihat buku yang masih banyak di atas meja membaca membuatku tidak nyaman. Aku mengembalikan semua buku itu lebih dulu.

Setelah mengecek semua hal. Aku kembali melihat komputerku dan mematikanya. Perpustakaan sudah aku kunci. Malam ini aku pulang terlambat, lembur itu hal yang menyenangkan untukku.

"Sudah mau pulang Bu Zea?"

"Sudah Pak. Aku pergi dulu ya Pak."

"Hati-hati dijalan Bu."

"Terima kasih. Selamat malam."

Kali ini aku memesan sebuah taksi online. Bus dijam ini sudah sangat sepi. Aku hanya takut karena beberapa berita yang menyebar. Banyak wanita yang diculik saat malam.

"Bu Zea."

"Ya Pak. Ada apa?" Tanyaku pada Pak Satpam yang berlari kearahku.

"Ini Bu, tadi ada pria yang menitipkan ini padaku."

"Apa untukku?"

"Ya."

"Maaf merepotkan Bapak."

"Tidak apa Bu. Saya kembali kerja dulu."

"Ya Pak."

Kebetulan mobil yang aku pesan sudah datang. Aku membuka surat itu diperjalanan. Sekilas aku langsung tahu siapa yang memberikanya. Calvin. Ternyata dia tidak lupa denganku.

Pikiranku banyak sekali. Menanyakan kapan dia kembali dan kenapa dia pura-pura tidak mengenalku. Aku sadar, jika aku bukanlah nama yang ada dihatinya. Aku juga tidak berhak berharap.

# Maaf. Bisakah kau menelfonku?#

Dibawah tulisan itu juga ada nomor telfon. Awalnya aku berniat untuk menghubuginya. Sampai aku teringat bagaimana dia menanyakan namaku di depan Moza. 

Perlahan kaca mobil aku turunkan dan tanpa ragu aku membuang surat itu. Menghapus harapan secara perlahan itu mungkin akan membuat hidupku lebih baik.