Ayah Malaikat bukan Iblis

Ayah Malaikat bukan Iblis

Natalia Sama

5

Disclaimer : Cerita ini merupakan base on true story, tapi sudah di campur dengan bumbu-bumbu, jadi tidak benar-benar sama persis dengan kejadian, sudah ada tambahan dan pengurangan, karena pengirim sudah benar-benar lupa beberapa kejadian karena mengalami pukulan yang cukup pilu.

Hai,  aku Nathalia.  gadis kecil yang hidup di dalam neraka dunia bersama dengan kaka ku. Aku masih di bawah tujuh belas tahun saat itu, aku menulis hanya untuk memberi semangat kepada banyak orang melalui ceritaku. memang hidup kata orang tidak adil,  tapi untukku hidup itu sangat adil. Terkadang kita dibiarkan sakit dan menderita hanya untuk melatih dan mempersiapkan kita jadi manusia yang luar biasa. Aku tidak pernah menyangka semua akan semengerikan itu,  bahkan aku seberani itu bertindak. Semua dimulai di malam hari, ketika emosi di ruangan itu meledak.

Kugenggam erat pisau mengarah ke urat nadi di tanganku. Air mataku menetes perlahan mengenai lantai rumah, tepat pada depan kaki ku terjatuh. Tanpa sedikit pun gerakan.

Ya Tuhan apa yang sedang aku lakukan ini ? besik ku dalam hati.

Suasana di dalam rumah semakin memanas. Ditambah air mataku. Tanpa berhenti terus bercucuran, memenuhi wajahku yang mulai memerah.

"Kau ingin dihormati, tetapi cara menghormat pun tak pernah kau ajarkan" Nadaku meninggi di iringi tangis yang begitu pecah.

"Kau ingin dipanggil bapak, namun apa yg bisa kau berikan padaku, jabatanmu sebagai bapak ?

Bukankah ibu ku yang mencari nafkah ?

Bukakah ibu ku yang memberikan mulutku makan ?

bukankah ibu ku yang memberi semua ?

Lalu apakah kau berguna sebagai ayah imitasi ku?" Teriak kencang, dengan nada meninggi.

"Aaahhhh..... Dasar anak kurang ajar!!!!!!!" Suara nya meninggi, sembari mengambil posisi duduk, sepertinya hendak melakukan sesuatu. Dan benar saja, ia mulai melakukan hal gila lagi. Kemudian ayah imitasi ku menjedotkan kepalanya ke tembok dengan keras.

Dug, dug, dug...

Bunyi nyaring yang terdengar dari tembok.

"Bodoh!!! bodoh!!! bodoh!!!  Kenapa Tuhan aku punya anak kurang ajar seperti dia" Ucapnya dengan suara yang lantang, dengan perasaan yang teramat kesal dan hancur. Sambil mengetuk kembali kepalanya ke tembok.

Akupun mulai, menggoreskan pisau itu di tanganku.

"Hentikan !!!!" teriak seorang perempuan berparas cantik, yang umurnya tidak begitu beda jauh dari ku. postur badannya yang tinggi sekitar seratus enam puluh lima, matanya tidak secoklat ibu, kulit kaka agak gelap dan rambutnya terurai sampai ke pundaknya.

"Bodoh sekali sih kamu, kau mau mati begitu saja ?" Ucapnya dengan penuh keyakinan, bahwa belum saatnya untuk mati.

"Hanya karna dia ? Sungguh bodoh kau !" perempuan itu membuatku tersadar, bahwa aku masih punya tujuan untuk hidup.

"Natali !!!!!!" Teriak bapak imitasi dengan kencang.

"Aku ini kan menyusahkan bapak, kenapa aku tidak mati saja agar tidak menyusahkan" Aku berteriak sekencang mungkin.

"Aku tidak kuat, melihat ibu dan kaka ku menangis, karna hanya mereka yang aku punya di dunia ini." teriak ku kencang, seakan memecahkan ruang tamu. Tempat dimana semua kejadian ini terjadi.

"Kau hanyalah orang asing yang pernah ku lihat." lanjutku, menatapnya serius.

Aarrgghh......

Erangnya kuat, sambil membanting meja kayu di hadapannya sampai hancur lebur. Sampai tidak berbentuk lagi. Perempuan berparas cantik itu berdiri, memeluk ku erat.

Sampai pisau itu terhempas dari tanganku.

"Bodoh !!!! Jangan mati dulu" Bisiknya tepat di kupingku dengan suara yang sedikit bergetar.

"Aku masih membutuhkanmu, kalau tidak ada kau siapa yang nemenin aku ?" Dia memang kakak yang baik dan manis, aku tersenyum tipis membalas pelukannya.

Kemudian bapak imitasi ku dia menendang sofa sampai hancur, menjungkir balikkan sofa, menendang vas bunga sampai hancur.

Menarik gorden sampai lepas tak beraturan, lalu ia berjalan  ke belakang rumah dan menjatuhkan motor, ia menghancurkan seisi rumah. Ia membawa kawat besi. Yang panjang dan memukuli kami berdua dari belakang secara bergantian.

"Hentikan !!!!!" Teriakan terdengar penuh emosi, kaka ku mulai bersedih. Sembari melepaskan pelukan,  berusaha menarikku agar tidak terkena libasan berikutnya.

"Huaaaaaaa" Teriakku kuat, serta air mata berlinang tanpa tahu bagaimana harus selesai.

"Kau selalu membuat saksi dusta tentang ayahku yang telah meninggal bukan ?" Aku menatapnya dengan sinis.

"Kau bilang dia itu pemain judi akut, suka main perempuan, suka mabuk, waktu dia hidup hanya memiliki satu televisi, itu pun sudah di sambar petir. Sekejam itukah kau membenci ayahku !!! " Ucapku dengan terengah, dengan mata yang membelalak.

"Mengapa kau menyembunyikan makam ayahku ?" Lanjutku dengan penuh kesal dan emosi.

"sebenarnya kau itu siapa ? " Teriak ku lagi kencang, kembali membelalak.

"Ahhhh... mati aja anak kurang ajar seperti kau !" Bapak imitasi itu pun membawa gergaji, dan pisau.

" Aaaaa...!!!!" Teriak ku kencang mendalam.

"Ka apa yg mau dia lakukan ?"  Aku pun merinding bersembunyi di belakang tubuh kaka ku.

Bapa imitasi itu segera berjalan cepat menuju kami, tidak sadar ibu ku telah pulang dari perusahaan kecil yang dia jalani bersama keluarga yang lain, dia bekerja seharian, dia lelah banting tulang kesana kemari hanya untuk mencukupi kebutuhan kami.

"Ada apa ini !! " Teriak ibu kencang dengan urat di wajahnya yang mulai terlihat, hal ini dikarenakan wajah ibu yang putih dan mulus. Ibuku memang cantik dengan matanya yang coklat,  rambutnya berwarna coklat,  tubuhnya tinggi dan tidak gemuk.

"Biar aku bunuh anakmu yg kurang ajar ini, dia seperti tidak punya otak, etika, dan sopan santun. Mereka seperti binatang. Anak seperti ini tidak usah dikasih makan. Lebih baik mati aja." Geramnya, memuncak sampai ke ubun-ubun.

"Hentikan perkataan mu, apa dari maksud semua ini ? Rumah ini sudah seperti kapal pecah saja ?" Nada suara ibu tambah meninggi.

"Tanyakan saja kepada anakmu itu" Wajah bapak imitasi ku masih memerah, dan berurat. Seram sekali tatapannya. Aku langsung lemas seketika menatapnya membawa gergaji dan pisau.

"Lalu apa maksudmu, ingin membunuh anak ini ?" Teriak kencang ibuku.

"Sikapmu memang sudah keterlaluan, aku pusing dan stres melihat sikapmu. " Nada suara ibu meninggi, di iringi air mata yang mulai perlahan jatuh.

"Ka aku takut" Menangis keras di belakang baju kaka, sambil melihat pertengkaran di antara ibu dan bapak.

"Ayoo, adik ku. Kita masuk ke kamar" Usul kaka ku, sambil berjalan perlahan. Dia seperti mengerti betul dengan kondisi dan keadaanku.

"Lalu bagaimana ? Dengan ibu" Tanyaku karena melihat keadaan bapak imitasi ku sekarang.

"Biar aku yang mengurusnya" Kaka tersenyum lalu mengelus kepala ku perlahan dengan lembut.

"Kau temani kedua adik kita, walaupun dia juga imitasi. Tapi jagalah, pasti mereka juga merasa ketakutan." Kakak ku tersenyum.

Lalu ia pergi meninggalkan ku di kamar, perlahan ku langkahkan kakiku dengan wajah yang penuh air mata.

Aku mendengar suara pelan anak kecil menangis ketakutan.

"Angel... Leo... ? Sini keluar kaka akan melindungi kalian" Panggil ku terbatah-batah.

"Kakak. Aku takut" peluk kedua adik imitasi ku.

"Jadi kamu nggak tahan liat sikap aku ? Maksudmu apa ?" Nada semakin tinggi, sepertinya bapak imitasi itu kehilangan kendalinya. Dia menampar ibuku kencang sampai terjatuh ke lantai.

"Hentikan, anda memang orang yang tidak punya etika ya ? Apa sih jenis kelamin anda ?" Kaka mulai geram dengan perbuatan bapa imitasi.

"Sehingga beraninya sama cewek doang ?" Lanjutnya dengan tegas dan kuat walaupun dia wanita. Dia terlihat tetap saja dia kuat dan luar biasa menurutku.

"Kamu juga ya. Sekarang semuanya jadi pintar melawan saya. Terutama buat kamu, kamu itu bukan istri yang baik, kamu ajarkan anak-anak melawan sama saya, lihatlah rumah tangga kita ini akan hancur. Saya pastikan itu. Dan kalian semua tidak akan bahagia" Erangnya kehilangan kendali.

----------------------------------------------------------------

Ayah...

Ayah...

Siapa dia ?

kok jahat sekali sama aku ?

Kenapa dia memukulku

Kaka ku, dan juga ibuku.

Apa ayah tidak kasihan, melihat anak ayah menderita seperti ini ?

Apa ayah tidak sedih melihat ibu menderita?

Melihat ibu harus kerja kesana kemari, mengurus rumah juga.

Belum lagi memikirkan anaknya yang susah dinasehati dan juga suaminya yang gila.

Ayah...

Aku takut....

Ayahhh...

Tangis ku di dalam hati,  aku berharap dia mendengarkan tangisku.  meski aku tahu ayahku telah tiada. Tapi sungguh aku merasa hidup ini sangat piluh.

-----------------------------------------------------------------

Jangan lupa support, like dan komen.