Author novel online

Author novel online

aidaruni

0

"Dek, mas nggak bisa memberikanmu uang nafkah, Maaf." ucap suamiku sore itu. aku yang mendengar pernyataannya sontak kaget, bagaimana aku bisa belanja memenuhi kebutuhan perut kami? sedangkan di rumah ini kami hidup berlima, ibu mertua serta kedua adik ipar suamiku ikut tinggal bersama kami sejak tiga bulan terakhir. putra kami yang duduk di kelas 3 SMU pun juga ada di antara kami, 5 orang dewasa yang setiap hari membutuhkan makan yang cukup banyak bila di hitung dengan uang.

aku tidak bisa membayangkan murkanya sang ibu mertua jika seandainya setiap hari nanti aku tidak memasak makanan enak seperti biasanya, setiap hari Mas Fandi suamiku akan memberikan uang 100ribu untuk biaya makan kami berlima. Alhamdulillah meskipun aku sering tidak kebagian makanan yang aku masak sendiri tapi uang sebegitu cukuplah untuk membuat kenyang mereka.

"Apa mas? terus darimana aku bisa berbelanja untuk kebutuhan kita sehari-hari? aku tidak bekerja mas, dan setiap hari dari kamu lah aku berbelanja, ingat mas, di rumah ini ada 6 kepala yang membutuhkan makanan setiap hari." kataku sedih bercampur marah.

"Dengar dulu dek, aku tidak memberimu uang nafkah, tapi uang itu aku serahkan kepada Ibu, beliau ingin beliaulah yang membelanjakan uang tersebut, maaf ya dek, tolong maafkan mas," ucap suamiku kepadaku. aku Menghembuskan nafas kasar, ada yang sesak di dalam dadaku, suami yang seharusnya wajib memberikanku nafkah kini dengan sengaja meniadakan nafkah yang semestinya masih wajib di berikannya kepadaku. 

"Itu berarti aku bebas kan mas dari tugas harian ku? mulai besok semua pekerjaan dari bersih-bersih nyuci gosok memasak dan aku sudah pensiun, aku ikhlaskan uang nafkah yang tak seberapa itu kau berikan kepada Ibu." kataku dengan nada terpaksa.

"Alhamdulillah, akhirnya aku bebas." ucapku dengan mengusapkan kedua tanganku mengusap wajah ini.

"Maksudmu dek? bukan begitu konsepnya, Rasti dan Rima mana mau dia mengerjakan pekerjaan rumah, apalagi ibu mana mau dia memasak untuk kita semua.? ayolah dek, cuma uang belanja saja yang ibu pegang tentang pekerjaan rumah, dan yang lain seperti biasa tetap kamu yang mengerjakan" jawab suamiku enteng.

"Apa? kamu waras mas? kamu kira aku babu gratisan untuk kalian? maaf ya mas, aku memang istrimu, tugasku adalah berbakti padamu, menyediakan kebutuhanmu, tapi jika aku sudah tak mendapatkan nafkah darimu, kenapa juga aku masih harus memperdulikan mu? maaf mas aku tak sebucin itu. jika kamu sudah tidak menjalankan kewajibanmu sebagai suami, maka aku pun tak akan menjalankan tugasku sebagai istri." mulai saat sekarang jangan mengharapkan tenagaku lagi, aku akan melakukan apapun sesuai keinginanku bukan atas perintah kalian, inget itu." jawabku datar tapi penuh dengan penekanan. aku pun masuk ke kamarku, aku menguncinya dari dalam, terserah mas Fandi mau berfikiran seperti apa, aku tak perduli. biarlah sesekali otaknya berefreshing dengan kelakuan ibu dan juga adik-adiknya. untuk putraku dia sudah cukup dewasa untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, andai dia lapar aku akan membuatkannya makanan sekali makan saja. aku berjalan menuju lemari lamaku yang isinya adalah laptop kecilku, dulu aku terbiasa menggunakannya untuk menulis sekedar curhat, ataupun bersosial media. 

seminggu yang lalu aku menemukan sebuah platform penyedia wadah untuk para penulis online berkarya. aku ingin mencoba keberuntunganku disana, kebetulan mulai hari ini aku sudah mulai bebas dari tugas harian ku. maka tak akan ada tugas apapun yang akan mengganggu kegiatan menulis ku.

"Bismillah, semoga dari sini aku bisa melebarkan sayap ku di dunia literasi." batinku menyemangati diriku sendiri.

telinga aku tutup menggunakan headset, kudengarkan cerita online melalui audio box, aku mencoba mencari inspirasi cerita seperti apa yang sedang menarik minat pembaca di era 2023 ini. sangking asyiknya aku mendengarkan cerita online, aku sampai ketiduran.

"Bun, bunda, bunda di dalam? Andi pengen masuk Bun, tolong bukain pintu dong" suara anakku berhasil membangunkan ku. kulihat jam menunjukkan pukul 13.30 siang, pantas anakku sudah pulang sekolah, pasti dia lapar. baiklah untuk sekarang aku akan mengajaknya untuk makan di luar saja, ternyata tanpa kesibukan pekerjaan rumah terasa enak juga, pantas ibu dan kedua adik iparku sangat nyaman dengan keadaan ini.

"Bentar nak," jawabku dengan suara serakku khas bangun tidur. kemudian akupun menuju pintu untuk membukakan anakku pintu.

"Kamu sudah pulang sayang? bagaimana hari ini? ada kejadian apa?" tanyaku saat anakku mencium tanganku.

"Iya Bun, kok tumben sih jam segini Ibu sudah santai di kamar? emang Bunda tidak sibuk lagi sekarang? Andi lapar Bun, tapi tadi saat Andi lihat tudung saji, nggak ada masakan sama sekali." kata anakku kebingungan.

"Andi lapar? sama bunda juga lapar, kita keluar cari makan ya? Andi mau makan apa? tanyaku ke putra kesayanganku itu. Andi nampak berfikir kemudian berkata.

"Andi mau makan ayam geprek boleh? yang dekat indomei itu loh Bun, itu lumayan enak sambal matahnya. Andi pengin deh." kata anakku itu berharap. belum sempat aku menjawab pertanyaan anakku dari belakang anakku ada suara menyahut.

"Bunda mu mana ada uang buat beli makanan yang kamu inginkan itu,? lebih baik kalian makan di rumah saja, itu tadi nenek sudah belanja sayur dan tahu juga tempe untuk makan kita semua. sana suruh Bunda mu untuk masak, kamu sudah lapar kan?" hardik ibu mertuaku dengan nada memerintah.

"Kalau cuma untuk membeli makanan yang diinginkan Andi tentu uangku lebih dari cukup lah Bu, lagian untuk apa uang yang di berikan mas fandi jika tidak untuk menuruti keinginan putra semata wayang kami? jawabku sambil memamerkan uang lembaran ratusan ribu sebanyak sepuluh lembar di tanganku. kulihat Ibu kebakaran jenggot dan hendak merampas uang yang ku pegang.

"eeeitts tidak bisa, ibu kan sudah di berikan uang sama Mas Fandi, jadi uang ini hak kami sebagai anak dan juga istri dari mas Fandi. aku sengaja memanasi ibu mertuaku dengan uang di tanganku, biar saja beliau berfikir kalau mas Fandi memberikan uang sebanyak ini kepadaku, padahal tidak seperti itu sebenarnya. uang yang di tanganku adalah uang pemberian dari mamaku seminggu yang lalu, bahkan mas Fandi tak pernah mengetahuinya. mama memberikanku uang dalam sebuah amplop coklat kira-kira isinya ada sekitar 10 juta. lebih baik uangnya segera aku simpan di bank, takut di curi sama tuyul berkepala hitam seperti serial ikan terbang di televisi..

"Kamu gak usah ganti dek, ayo kita jalan sekarang," aku pun menenteng tas berisi uang dari mamaku. tak kupedulikan pelototan mata dari ibu mertua. kukunci pintu kamarku karena aku tak mau mereka mengacak-acak isi di dalam kamarku.

"Hei Meri, siapa Yanga akan memasak kalau kamu keluar, siapa juga yang akan beberes rumah juga." teriak ibu mertuaku saat aku hendak melewati pintu depan.