Au Revoir

Au Revoir

zulfa_zlfglaz

0

"Tahun ajaran 2017"

Embusan angin pagi yang masuk ke dalam kamarnya, membuat kedua mata Arissa terpejam saking menikmatinya. Ia rela berlama-lama di depan jendela kamar hanya untuk menikmati kenyamanan di pagi hari.

Dalam keheningan, ingatan Arissa kembali terlempar ke waktu di mana ia pertama kali berada di rumah ini. Saat dirinya melihat  wajah berseri yang ditampakkan oleh kedua orang tua angkatnya, ketika menyambut kehadirannya. Terbuai oleh sentuhan tangan ibunya dan terlelap dalam hangatnya pelukan seorang ayah. Hal demikian membuat dirinya melupakan penderitaan yang selama ini dirasakannya. Sungguh penderitaan yang tidak akan pernah dilupakan oleh Risa.

Untuk saat ini, Risa tidak perlu menengok ke belakang. Tidak lagi mengingat kehidupan lamanya yang amat menyakitkan. Meskipun bayang-bayang kelam itu masih menggerogoti pikirannya, Risa percaya semua itu dapat dimusnahkan jika kedua orang tua angkatnya selalu menemaninya.

"Risa! Cepat turun, Nak. Nanti kamu terlambat."

Sebuah senyuman terukir di bibir Risa ketika mendengar suara Karin, ibu angkatnya. Risa selalu tenang jika mendengar suara wanita paruh baya itu.

"Iya, Ma! Bentar." Bergegas Risa menyandang tas kemudian turun ke bawah untuk sarapan bersama orang tuanya.

Rio tersenyum hangat saat putrinya sudah duduk bersama mereka. Tentu, Risa ikut memperlihatkan senyum manisnya.

"Ini hari pertama Risa sekolah, biar Mama yang antar Risa, ya?" pinta Karin memulai percakapan di ruang makan.

"Gak boleh. Kantor Ayah satu arah dengan sekolah Risa, jadi Ayah saja yang anterin,” sergah Rio.

"Gak bisa. Pokoknya Mama yang antar Risa. Boleh, ya?" tanya Karin sambil mengusap kepala Risa.

“Iya, boleh kok, Ma.”

“Tuh kan, Risa maunya sama Mama.”

Rio pura-pura memasang wajah kesal, hal itu membuat anak dan istrinya tertawa.

“Ya udah. Tapi, pulangnya harus bareng Ayah.”

“Oke, Bos!” ujar Risa sambil membentuk simbol “oke” dengan cari jempolnya.

-Au Revoir-

Raka Putra, begitulah nama yang tertera di baju seragam siswa yang tengah berada di atap sekolah. Kedua matanya tidak lepas memandangi ponsel yang ada di genggamannya, berharap orang yang ditunggunya segera memberikan kabar. 

"Maaf, Gue lama." Tiba-tiba seseorang berseragam yang sama datang dengan tergesa-gesa.

"Gimana? Lo udah dapat informasinya?" tanya Raka langsung.

Cowok itu tidak menjawab pertanyaan Raka. Ia memilih duduk sembari mengambil sepuntung rokok di dalam saku celana yang dikenakannya. “Wajah yang sama tapu orang yang berbeda," ujar cowok itu sambil menyodorkan ponselnya kepada Raka.

Raka tiba-tiba mematung saat layar ponsel tersebut memperlihatkan foto seorang gadis yang wajahnya sangat familiar diingatannya. Foto tersebut memperlihatkan sosok gadis yang tengah berdiri di depan pagar SMA Nusa Dharma. Sekolah yang sama dengan mereka berdua. 

“Jangan sampai Julian tahu," kata Raka.

Siswa pemilik nama Rehan Prasetyo itu mengembuskan asap rokoknya ke atas. Kedua matanya kini mengarah ke Raka.

"Lo pikir Julian akan selamanya di rumah sakit? Dia pasti kembali ke sini."

"Sebelum Julian kembali ke sekolah, kita harus menyelesaikan masalah ini." 

Rehan mengembuskan nafasnya dengan kasar lantaran Raka beranggapan bahwa kehadiran gadis itu adalah sebuah masalah. Sebelumnya, Rehan sudah menasihati Raka kalau apa yang dicurigainya selama ini tidak benar.

“Gondok gue lama-lama nasihatin lo.” Ucapan Rehan membuat Raka menatapnya dengan murka.

Raka berjalan mendekati Rehan. Kedua matanya memancarkan aura permusuhan.

“Gue pastiin kalau Dia ada hubungannya dengan kematian Lisa.

Setelah mengucapkan hal itu, Raka berlalu pergi meninggalkan atap sekolah.

Di koridor sekolah, terlihat seorang guru tengah berjalan ke ruang kelas bersamaan dengan seorang siswi di belakangnya. Para siswa yang semula sibuk dengan aktivitas masing-masing, tiba-tiba terpaku dengan kehadiran siswi tersebut. Keadaan menjadi ricuh. Siswi itu kini menjadi objek pembicaraan. Tidak sedikit dari mereka yang menganggap sosok di depannya saat ini tidak nyata. Karena, orang yang telah mati tidak mungkin hidup kembali.

Keadaan yang sama juga terjadi di dalam kelas, ketika seorang guru dan siswi yang berada di belakangnya itu telah berdiri di depan kelas. Sebagian dari mereka menyembunyikan wajahnya di meja, seakan takut melihat apa yang ada di depan kelas saat ini. Bahkan, terdengar kata "hantu" yang terlontar dari mulut beberapa siswa. Di bangku kelas bagian tengah, terlihat Raka tengah memandang ke depan dengan tatapan menyelidik. Pandangannya hanya tertuju pada siswi berambut panjang tersebut. 

"Hari ini kita kedatangan murid baru, Bapak harap kalian dapat berteman baik dengannya. Baiklah, perkenalkan diri kepada teman-teman," kata Pak Rahmat.

Siswi tersebut menganggukkan kepalanya. Ia menghela nafas panjang sebelum mengucapkan, "Selamat pagi teman-teman, perkenalkan nama saya Arissa Elvina."

Seisi kelas kembali ribut. Beragam reaksi ditunjukkan oleh mereka. Ada yang berkomentar bahwa Lisa mengalami mati suri dan tidak sedikit dari mereka yang menganggap siswi itu kembaran Alissa Elvina.

Meja yang dipukul Pak Rahmat menimbulkan suara yang keras. Pak Rahmat melirik ke arah Risa yang saat ini menunduk. Laki-laki itu juga dapat melihat ketakutan Risa kala kedua bahu gadis itu terlihat bergetar.

"Arissa Elvina adalah kembaran Lisa yang selama ini hilang. Kedua orang tua Lisa baru mengetahui hal ini setelah tiga Minggu kematiannya. Setelah ini, Bapak harap kalian dapat berteman dengan Risa sebagaimana kalian memperlakukan Lisa."

Perkataan Pak Rahmat telah menjadi jawaban atas pertanyaan teman-teman Lisa saat ini.