Aku Ingin Cantik

Aku Ingin Cantik

SITI NURHALISAH

0

Namaku Cindy.

Sejak kecil aku selalu mendapatkan bullying dari teman sekelasku. Bahkan, mungkin sejak aku lahir ke dunia ini.


Tubuhku tidak gemuk, tidak juga kurus. Rambutku lurus alami tanpa harus pergi ke tempat perawatan rambut, kulitku juga putih tanpa harus memakai lulur ataupun skincare.


Namun satu hal yang menjadi masalahku. (WAJAH)


Iya, wajahku yang menjadi hambatan untukku, bahkan aku sendiri pun tidak mau menjabarkan bagaimana bentuk wajahku. Terkadang aku sendiri takut untuk bercermin. Bahkan, aku selalu berpikir jika dunia ini tidak adil.


***


"Nilai kamu bagus. Nanti pihak personalia akan segera menghubungi kelanjutan lamaran kerja kamu ini," ucap seorang laki-laki paruh baya, melihat surat lamaran kerja yang aku berikan, sembari melihat wajahku beberapa kali.


Aku bisa merasakan senyuman yang tak bisa hilang dari wajahku. Akan tetapi, setibanya aku di rumah. Ada pesan masuk dari nama perusahaan yang baru saja aku mendaftarkan diri untuk bekerja di sana.


Jantungku terasa tertusuk duri. Isi pesan itu adalah penolakan halus kepadaku.

Air mata tak bisa aku bendung, mengalir begitu saja melewati pipiku yang penuh dengan jerawat. Namun, aku tak pantang menyerah. Aku terus mencari pekerjaan lain. Bahkan, tak ayal jika aku menerima penolakan langsung. "Maaf, kami tidak bisa menerima pekerja seperti anda, meskipun nilai anda melebihi dari rata-rata, bahkan melampaui target perusahaan kami. Tapi, kami tidak bisa menerima anda, karena bagaimanapun juga, wajah adalah prioritas utama di perusahaan kami." Begitulah, penolakan kasar yang aku dapatkan.

Aku hanya bisa tersenyum ketika mendengar penolakan itu, meski di dalam hati, aku ingin sekali berteriak.


Aku ingat betul, bagaimana saat itu dadaku terasa sangat nyeri, pulang dengan deraian air mata yang tak kunjung berhenti.


Dan pada saat itulah, kehidupanku berubah total, 180 derajat kehidupanku berubah.


Lagi dan lagi aku pulang dengan air mata yang terus mengalir. Banyak orang-orang yang melihat ke arahku.


"Kamu lihat wanita itu? Wajahnya sangat jelek." Seseorang bergunjing sembari menertawakan aku, mereka mungkin berpikir jika aku tidak mendengar apa yang mereka katakan kepadaku. saat itu aku berjalan sembari menundukkan kepalaku, aku malu untuk memperlihatkan kepada dunia jika wajahku seperti ini.


"Kalau aku punya wajah seperti dia, aku pasti akan bunuh diri." Satu lagi lebih menusuk hatiku.


"BERHENTI!" Aku berteriak keras di dalam hati, taukah kalian jika saat ini adalah hari yang paling menyebalkan bagi hidupku? Memang, hidupku sudah menyebalkan. Tapi, hari ini terasa sangat dan sangat menyebalkan.


Aku masuk ke mini market, di sana aku membeli soju beralkohol. Aku ingin menghilangkan rasa sesak di dadaku meski hanya sesaat. 


Keluar dari mini market, aku memegang dua botol Soju di tangan kiriku. Tiba-tiba saja hujan turun begitu deras, membasahi bumi. 


Aku menghembuskan nafasku kasar. Rasa kesal yang aku rasakan di dalam hatiku bertambah lagi. Kesal dengan kehidupan yang tak pernah berjalan sesuai impian, kesal dengan wajahku yang tidak cantik, kesal dengan semua perusahaan yang menolakku hanya karena wajahku dan saat ini aku kesal karena hujan tiba-tiba turun dengan sangat lebatnya, padahal ramalan cuaca mengatakan jika hari ini langit cerah. Memang benar, semua tak bisa seperti yang kita harapkan. Bahkan, BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA saja bisa salah.


***


"Kenapa hari ini sangat menjengkelkan? Kenapa?" Aku berteriak keras, menumpahkan rasa kesalku. Saat itu jalanan di depan mini market itu sepi, tidak ada orang yang berlalu lalang dan aku gunakan kesempatan itu untuk menumpahkan rasa kesal ku, menangis sejadi-jadinya di bawah guyuran air hujan yang membasahi tubuhku.


Seharian ini aku menghembuskan nafasku kasar.


Aku memutuskan untuk berlari menembus derasnya hujan.


Aku terus berlari dan berlari, tepat di tengah jalan, aku melihat seorang kakek-kakek tua, beliau mendorong gerobaknya dengan tubuhnya yang sudah rapuh di makan usia, aku tidak tega melihat kakek itu kehujanan dan mendorong gerobaknya tertatih-tatih.


Akhirnya aku pun menolong kakek itu, meskipun aku menggigil kedinginan. Tapi, kakek itu butuh pertolongan dariku.


"Mari saya bantu, Kek," ucapku, mendorong kereta yang berisi sampah daur ulang.


Kakek itu melihat ke arahku, ia menganggukkan kepalanya lalu tersenyum ke arahku.


Rumah kakek itu masuk ke dalam gang kumuh. Bahkan, ketika aku sampai di rumah kakek itu, rumah beliau tidak layak untuk di tempati.


"Ini rumah, Kakek?" tanyaku iba melihat rumah kakek.


Kakek itu menganggukkan kepalanya.


"Iya, ini rumah kakek, terima kasih, ya, kamu sangat baik hati dan cantik. Ini kakek ada sesuatu untukmu, kamu lebih membutuhkannya daripada kakek," ucap kakek itu kepadaku, aku mengernyitkan keningku.


"Apa Kakek tidak salah berkata seperti itu?" tanyaku memastikan. Melihat kondisi kakek itu yang lebih membutuhkan dibandingkan aku. Tentu aku sangat heran dengan apa yang diucapkan oleh kakek itu.


Kakek itu menggelengkan kepalanya dengan mimik wajah yang sangat serius.


"Kakek tidak pernah salah, Cantik," ucap kakek itu.


Aku hanya bisa tertawa dalam hati ketika kakek memanggilku dengan sebutan cantik, ini adalah kali pertama bagiku mendengar orang lain mengatakan jika aku cantik, selama ini aku selalu mendengar omongan orang-orang yang mengatakan bahwa aku jelek, bahkan tak ayal mereka menjadikanku sebagai korban boneka untuk mereka bully.


Aku melihat kakek itu mengambil sesuatu dari dalam gerobaknya, beliau mengambil plastik hitam besar dan menyerahkannya kepadaku.


Aku menerima plastik hitam itu.


"Kenapa Kakek memberikan ini kepadaku?" tanyaku.


Kakek menganggukkan kepalanya. 


"Iya, kakek memberikan itu kepadamu karena kamu baik hati dan cantik," jawab kakek itu.


Lagi-lagi aku tertawa dalam hati ketika kakek mengatakan kata cantik dan melihat ke wajahku, wajar saja, sih, jika kakek itu mengatakan aku cantik, karena indera penglihatannya pasti juga berkurang di makan usia.


"Sebelumnya aku minta maaf, Kek. Tapi, sepertinya Kakek lebih membutuhkan ini daripada aku," tolakku lembut, karena aku tidak ingin membuat kakek itu merasa sakit hati.


"Tidak, kakek tidak membutuhkannya," jawab kakek itu, melambaikan tangan kanannya sejajar dengan bahunya.


"Tapi, Kek. Ini apa?" Aku sangat penasaran dengan isi yang ada di dalam kantong plastik itu.


Kakek itu tersenyum kecil, beliau tidak menjawab pertanyaanku.


"Ringan?" tanya kakek itu seraya tersenyum.


Aku menganggukkan kepalaku.


"Isi yang ada di dalam plastik itu adalah hal yang sangat kamu butuhkan. Ubahlah bagian dirimu yang menyakiti hatimu," jawab kakek itu, membuat detak jantungku berhenti.


Aku menatap plastik hitam besar yang ada di tanganku.


"Bagaimana Kakek bisa tahu kalau aku sering sakit hati?" Aku sangat terkejut ketika mendengar jawaban dari kakek itu, seakan kakek itu mengetahui apa yang terjadi kepada diriku. Aku menoleh ke arah kakek yang berada di sampingku. Tapi, tiba-tiba kakek itu...