A Perfect Fate

A Perfect Fate

Zuyyina Laksita

5

"Perhatian, para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 328 tujuan Jakarta dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu delapan."

 

Aletta mempercepat langkahnya menuju gate tujuan. Kebiasaan buruknya tidak pernah berubah dari dulu. Jangankan datang di awal waktu, di sekolah saja ia sudah langganan kena hukuman karena terlambat. Matanya beredar mencari papan informasi gate yang dimaksud. Dengan setengah berlari, ia memasukkan ponsel dan headset-nya ke dalam tas. Tiba-tiba...

BRAK!

Tubuhnya yang kurus menabrak seseorang yang memiliki beda tinggi cukup jauh darinya itu. Lelaki itu bergegas berdiri, mengambil ponsel milik Aletta yang terjatuh dan menyelipkannya ke tangan gadis itu.

"Sori... sori gue buru-buru,"

Lelaki itu membuka kacamata, setengah menunduk untuk menunjukkan permohonan maafnya, kemudian berlalu.

Bukan Aletta, bukan dia.

Satu hal yang paling Aletta benci di dunia lagi-lagi terjadi. Ia selalu berhalusinasi setiap bertemu dengan sosok tinggi yang menggunakan jumper. Sesuatu yang mengingatkannya pada seseorang di masa lalunya. Aletta juga benci bandara, Aletta benci pesawat, dan segala hal yang berhubungan dengan itu.

Aletta akhirnya sampai pada kabin pesawat, sesaat setelah ponselnya berdering. "Thanks," ucap Aletta pada seseorang yang memberinya jalan untuk duduk. Kemudian ia membuka layar ponselnya untuk menjawab panggilan video call WhatsApp.

"Taaaaaa!" teriak Angel jauh di sana

"Buset, suara lo nggak bisa dikondisiin apa? Budek kuping gue."

"Taaaa… lo tega banget sih, liburan lama banget, Sepi kali nggak ada lo!" teriak Angel sambil memanyunkan bibirnya.

"Peres Ta, bilang aja lo pengin oleh-oleh ya, kan?" ucap Thea sembari merebut ponsel milik Angel.

"Dasar matre lo berdua," tawa Aletta

Aletta memang cukup keterlaluan kali ini. Ia benar-benar melancarkan aksi bolosnya untuk memperpanjang liburan sendiri di Bali. Ya, memang benar-benar sendiri. Lagi pula siapa yang bisa menemaninya? Seluruh anggota keluarganya selalu sibuk. Aletta sudah cukup baik berdamai dengan kesepian dalam hari-harinya.

"Lo kapan masuk sih? Ini udah seminggu kali lo bolos. Nunggu drop-out?" cerocos Angel.

"Tau nggak? Lo melewatkan momen paling hot di sekolah kita Ta. Nggak tau kan lo ada anak baru yang mirip banget sama Al." Ucapan Angel terputus.

Terlihat jelas di sana Thea membungkam mulut Angel dengan tangannya.

"Alfa…" ujar Angel dengan polos sambil melirik Thea yang saat ini sedang melotot ke arahnya.

Aletta berpikir sejenak, namun berusaha untuk tidak peduli.

"Gue besok masuk! Ini juga udah di pesawat perjalanan pulang, gue tutup telfonnya ya geeengs, byeee," ucap Aletta kemudian.

Thea merebut ponsel milik Angel kemudian melotot ke arah temannya itu.

"Lo gila, ya? Nggak bisa apa nggak usah ngomongin itu lagi ke Aletta?" omel Thea usai percakapan mereka bertiga di video call.

"Kenapa emang? Emang mirip banget kan The. Lo tau, kan? Gue aja kaget kemaren. Itu anak mirip persis. Mungkin... KW super kali ya. Tampilannya doang yang beda… agak... nerd?"

"Aletta udah move on, Njel"

"Justru karna dia udah move on. Nggak masalah kan kalo gue bahas? Udah ih nggak usah marah-marah, tua jelek lo, BYE!" tutup Angel sembari mengambil ponselnya kemudian berlalu.

 

***

 

Aletta mengecek sebentar ponselnya, melewati beberapa chat cowok-cowok modus yang berusaha mendekatinya, kemudian membuka grup sekolahnya yang sedang ramai membicarakan sosok anak baru di sekolah mereka itu. Ia berniat membaca chat yang menumpuk itu namun seorang pramugrari tersenyum memberi kode kepadanya untuk segera mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam tas.

Aletta berusaha tidak peduli. Lagi pula, siapa juga yang ingin tau tentang seseorang yang mirip Alfa? Hanya mirip tidak akan merubah apapun, kan? Kecuali jika ada hal yang membuat Alfa-nya benar benar kembali lagi ke dunia, mungkin ia akan peduli. Mungkin saja.

***